Minggu, 23 Oktober 2011

Lichenes

Lumut Kerak
Organisme ini sebenarnya kumpulan antara fungi dan algae, tetapi sedemikian rupa, sehingga dari segi morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lichenes hidup sebagai epifit pada pohon-pohonan, tetapi dapat juga di atas tananh, terutama di daerah tundra di sekitar kutub utara. Lichenes dapat kita temukan sampai di atas gunung-gunung yang tinggi. Beberapa jenis dapat masuk pada bagian bagian pinggir batu-batu, oleh karenanya disebut sebagai endolitik. Algae yang ikut menyusun tubuh Lichenes disebut gonidium, dapat bersel tunggal atau berupa koloni. Kebanyakan gonidium adalah ganggang biru (Cyanophyceae) antara lain choococcus dan Nostoc, kadang-kadang juga ganggang hijau (Cholorophyceae) misalnya Cystococcus dan Trentopohlia. Kebanyakan cendawan yang ikut menyusun Lichenes tergolong ke dalam Ascomycetes terutama Discomycetales, hanya kadang-kadang Pyrenomycetales. Mungkin juga basidiomycetes mengambil bagian dalam membentuk Lichenis. Dalam kurtur murni, cendawan itu memperlihatkan susunan morfologi menurut jenisnya, tetapi bentuk talus seperti Lichenes baru terjadi jika bertemu dengan jenis ganggang yang tepat. Lain ganggang akan menghasilkan lain lichens. Jadi bentuk lichenes bergantung pada macam cara hidup bersama antara kedua macam organisme yang menyusunnya. Dapat juga hubungan antara kedua ganggang dari jamur itu dianggap sebagai suatu helotisme. Keuntungan yang timbal balik itu hanya sementara, yang pada permulaan saja, tetapi akhirnya ganggang diperalat oleh cendawan, dan hubungan mana menyerupai hubungan seorang majikan dengan budaknya (helot). Dalam hal ini hidup bersama antara cendawan dan ganggang pada Lichenes dinamakan helotisme.
Menurut habitusnya kita membedakan Lichenes yang talusnya menyerupai lembaranlembaran, seperti semak. Yang pertama biasanya melekat dengan benang-benang menyerupai rizoid pada subtratnya dengan seluruh sisi bawah talus, sedang yang kedua mempunyai ujung talus yang berbeda dalam udara. Pembagian ini sama sekali tidak menunjukkan hubungan filogentik antara anggota-anggota yang tergolong di dalamnya. Kebanyakan Lichenes berkembang biak vegetatif. Pada talus lichenes cendawan akhirnya dapat membentuk buah yang menurut jenis cendawan dapat berupa apotesium atau peritesium. Spora yang dilepaskan, di tempat yang baru akan berkembang menjadi Lichenes baru jika menjumpai jenis ganggang yang tepat, yang sama dengan jenis ganggang pada talus induknya. Lichenes diklasifikasikan menurut cendawan yang menyusunnya.

Kelas ASCOLICHENES
Jika cendawan yang menyusunya tergolong dalam Pyrenomycetales, maka tubuh buah yang dihasilkan berupa peritesium, misalnya Dermatocarpon dan Verrucaria. Jika cendawan penyusunnya tergolong dalam Discomycetales, Lichenes membentuk tubuh buah yang berupa apotesium. Berlainan dengan Discomycetales yang hidup bebas, yang apotesiumnya hanya berumur pendek, apotesium pada Lichenes ini berumur panjang , bersifat seperti tulang rawan dan mempunyai askus yang berdinding tebal. Dalam golongan ini termasuk Usnea (rusuk angina) yang membetuk semak kecil dan banyak terdapat pada pohon-pohon dalam hutan, lebihlebih di daerah pegunungan. Sebagai contoh disebut Usnea barbata dan Usnea dasypoga, yang dalam rakyat Indoneisa dianggap mempunyai khasiat obat, merupakan salah satu ramuan dalam pembuatan jamu-jamu tradisional. Usnea menghasilkan suatu anti biotika asam usnin, yang berguna untukmelawan tuberculosis. Selanjutnya Rocella tinctoria, untuk pembuatan lakmus; Cladonia rangiferina, banyak terdapat di daerah tundra di sekitar kutub utara dan merupakan makanan utama bagi rusa kutub; Cetraria islandica, banyak terdapat di daerah pegunungan di Eropa, mampunyai khasiat obat.

Kelas BASIDIOLICHENES (HYMENOLICHENES)
Kebanyakan mempunyai talus yang berbentuk lembaran-lembaran. Pada tubuh buah terbentuk lapisan himenium yang mengandung basidium, yang sangat menyerupai tubuh buah Hymenomycatales. Contoh Cora pavonia. Lichenes dipisahkan dari fungi dan dijadikan suatu golongan yang beridiri sendiri. Kebanyakan ahli menganggap perlu dipisahkannya Lichenes dari fungi untuk merupakan gologan tersendiri. Jadi tanpa Algae cendawan itu umumnya tidak lagi dapat hidup dan tidak akan terbentuk Lichenes. Selanjutnya mengingat munculnya sifat-sifat khusus dan karakteristik dari adanya simbiosis antara Fungi dan Algae ditambah lagi dengan didapatnya hasill-hasil metabolisme yang merupakan zat-zat yang sampai sekarang tidak dihasilakan oleh Fungi dan Algae yang hidup terpisah maka sudah semestinya jika Lichenes itu merupakan golongan yang tersediri.

PTERYDOPHYTA

PTERIDOPHYTA
(Tumbuhan Paku)
Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokoknya, yaitu akar, batang dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan paku belum dihasilkan biji. Seperti warga divisi – divisi yang telah dibicarakan sebelumnya, alat perkembang – biakan tumbuhan paku yang utama adalah spora. Oleh sebab itu, sementara ahli taksonomi membagi dunia tumbuhan dalam dua kelompok saja yng diberi nama Cryptogamae dan phanerogamae. Cryptogamae ( tumbuhan spora ) meliputi yang sekarang kita sebut dibawah nama Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridophyta. Nama Cryptogamae diberikan atas dasar cara perkawinan (Alat alat perkawinannya) yang tersembunyi (Cryptos – tersembunyi, gamos – kawin ), berbeda dengan Phanerogamae ( Tumbuhan biji ) yang cara perkawinannya tampak jelas (yang dimaksud disini sebenarnya adalah penyerbukan yang lebih dulu diketahui daripada peristiwa-peristiwa seksual yang terjadi pada golongan tumbuhan yang tidak berbiji). Warga tumbuhan paku amat heterogen, baik ditinjau dari segi habitus maupun cara hidupnya, lebih – lebih bila diperhitungkan pula jenis paku yang telah punah. Ada jenis – jenis paku yang sangat kecil dengan daun – daun yang kecil – kecil pula dengan struktur yang masih sederhana, ada pula yang besar dengan daun – daun yang mencapai ukuran panjang sampai 2 m atau lebih dengan struktur yang rumit. Tumbuhan paku purba ada yang mencapai tinggi sampai 30 m dengan garis tengah batang sampai 2 m, dari segi cara hidupnya ada jenis – jenis paku yang hidup teresterial (paku tanah), ada paku epifit, dan ada paku air. Dimasa yang silam (jutaan tahun yang lalu), hutan – hutan di bumi kita terutama tersusun atas warga tumbuhan paku yang berupa pohon – pohon yang tinggi besar, dan kita kenal sisa – sisanya sekarang sebagai batu bara. Jenis-jenis yang sekarang ada jumlahnya relative kecil (lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah warga divisi lainnya) dapat dianggap sebagai relic (peninggalan) suatu kelompok tumbuhanyang dimasa jayanya pernah pula merajai bumi kita ini, yaitu dalam zaman paku (Palaeozoicum).
Jenis – jenis yang sekarang masih ada sebagian sebagian besar bersifat higrofit. Mereka lebih menyukai tempat – tempat yang teduh dengan derajat kelembaban yang tinggi, paling besar mencapai ukuran tinggi beberapa meter saja, seperti terdapat pada marga Cyathea dan Alsophila, yang warganya masih berhabitus pohon dan kita kenal antara lain di Indonesia sebagai paku tiang.
Seperti pada Bryophyta, pada Pteridophyta pun terdapat daur kehidupan yang menunjukkan adanya dua keturunan yang bergiliran. Gametofitnya mempunyai beberapa perbedaan dengan gametofit lumut, walaupun sama – sama terdiri atas sel – sel yang haploid. Gametofit pada tumbuhan paku dinamakan protalium, dan protalium ini hanya berumur beberapa minggu saja. Besarnya paling banyak hanya beberapa cm saja, bentuknya menyerupai thallus hepaticae. Umumnya protalium itu berbentuk jantung, berwarna hijau dan melekat pada substratnya dengan rhizoid – rhizoid. Padanya terdapat anteridium (biasanya pada bagian yang sempit) dan arkegonium (dekat dengan lekukan bagian yang melebar). Pembuahan hanya dapat berlangsung jika ada air. Baik anteridium maupun arkegonium terdapat pada sisi bawah protalium di antara rhizoid – rhizoidnya. Sehabis pembuahan, dari zigot tumbuh keturunan yang diploid, yaitu sporofitnya. Pada tumbuhan paku sporofit ini sama sekali berbeda dengan sporofit lumut. Pada tumbuhan paku biasanya protalium lalu binasa, akan tetapi jika tidak terjadi pembuahan, protalium itu dapat bertahan sampai lama. Sporofit itulah yang pada Pteridophyta menjadi tumbuhan paku yang tubuhnya telah dapat dibedakan dalam akar, batang dan daun. Hal ini disebabkan, karena zigot tumbuhan paku yang sekarang masih hidup itu, segera pada permulaan perkembangannya selain haustorium lalu memisahkan sel -sel calon akar, batang dan daun.
Adanya akar merupakan sifat yang karakteristik bagi Pteridophyta dan Spermatophyta, oleh
sebab itu dunia tumbuhan sering juga dibedakan dalam dua golongan yaitu :
- Rhizophyta ( tumbuhan akar ) yang terdiri atas Pteridophyta dan Spermatophyta, dan
- Arhizophyta ( tumbuhan tak berakar ) yang terdiri atas Scizophyta, Thallophyta dan Bryophyta.
Menurut poros bujurnya, pada embrio tumbuhan paku telah dapat dibedakan dua kutub, atas dan bawah. Kutub atas akan berkembang membentuk tunas ( Batang beserta daun -daunnya ). Kutub bawah, yang letaknya berlawanan dengan ujung tunas dapat juga kita namakan kutub akar. Tetapi hanya pada spermatophyte saja yang akarnya merupakan perkembangan lanjutan kutub akarnya. Pada Pteridophyta kutub akar tidak terus berkembang membentuk akar. Akar tumbuhan paku bersifat endogen dan tumbuh ke samping dari batang. Jadi embrio Pteridophyta tidak bipolar seperti pada spermatophyte, tetapi unipolar, karena hanya satu kutub saja yang berkembang, akar yang keluar pertama-tama itu tidak dominan, melainkan segera disusul oleh akar – akar lain yang semuanya muncul dari batang. Peristiwa pembentukan akar – akar dari batang yang semua tumbuh ke samping itu dinamakan homorizi, sedang pembentukan akar – akar yang benar – benar dari kutub akar seperti terdapat pada Spermatophyta itu dinamakan alorizi. Ketiga bagian utama tubuh Pteridophyta itu mempunyai titik tumbuh yang hanya terdiri atas satu sel inisial yang terletak di ujung. Batang Pteridophyta bercabang – cabang menggarpu ( dikotom ) atau jika membentuk cabang – cabang ke samping, cabang – cabang baru itu tidak pernah keluar dari ketiak daun. Pada batang Pteridophyta terdapat banyak daun, yang dapat tumbuh terus sampai lama. Akar mempunyai kaliptra. Epidermis bagian – bagian yang ada diatas tanah mempunyai lapisan kutikula dan mulut – mulut kulit. Daun – daunnya, lebih – lebih pada yang tinggi tingkat perkembangannya, mempunyai sifat – sifat yang sesuai dengan daun – daun Spermatophyta. Dalam akar, batang dan daun telah terdapat jaringan pengangkut yang tersusun atas bagian floem dan xylem, yang belum terdapat pada tumbuhan lain yang lebih rendah tingkat perkembangannya, sebagai jalan pengangkut air telah terdapat trakea (kecuali pada Pteridium), Berkas – berkas pengangkut itu umumnya tersusun konsentris amfikribal (xylem di tengah dikelilingi oleh floem), dan dalam batang sering kali terdapat lebih dari satu berkas pengangkut. Berkas pengangkut dengan susunan lain pun dapat kita jumpai. Adanya trakeida, dan berkayunya dinding – dinding trakeida, menambah kekuatan untuk mendukung tunas – tunas, sehingga tumbuhan paku, berlainan dengan lumut, telah berkembang menjadi tumbuhan darat dengan batang yang telah bercabang – cabang dan seringkali telah terbentuk pohon seperti kita lihat pada paku tiang. Pertumbuhan menebal sekunder karena kegiatan cambium pada tumbuhan yang masih hidup belum ada, dan bila ada hal itu merupakan perkecualian yang besar, dan kegiatannya masih sangat lemah. Anehnya, pada tumbuhan paku yang telah punah (isoetes), telah ditemukan adanya kegiatan cambium. Sporofit tumbuhan paku telah mempunyai kormus yang sungguh, oleh sebab itu bersama dengan spermatophyte, Pteridophyta telah tergolong dalam Cormophyta sejati.
Sporangium dan sporanya terbentuk pada daun, kadang – kadang dalam ketiak, dan hanya pada yang rendah tingkatnya saja (Psilophytinae) sporangium langsung terbentuk pada ujung tunas. Daun-daun yang mempunyai sporangium dinamakan sporofil. Kadang – kadang daun daun paku yang fertile ( sporofil ) itu mempunyai bentuk yang berlainan dengan daun – daun yang steril yang melulu untuk asimilasi. Sebagai lawan sporofil, daun – daun steril itu dinamakan tropofil. Seringkali sporofil terkumpul merupakan suatu organ dengan struktur khusus yang homolog dan analog dengan bunga. Tetapi nama bunga bagi suatu alat yang homolog dengan kumpulan sporofil dan terdapat pada spermatophyte belum digunakan. Untuk kepentingan penyebaran spora, sporofil terdapat agak jauh dari permukaan tanah. Sporangium tumbuhan paku mempunyai lapisan-lapisan dinding yang menyelubungi jaringan sporogen. Sel-sel sporogen itu membulat, memisahkan diri satu sama lain menjadi sel-sel induk spora yang haploid dan seringkali tetap bergandengan merupakan suatu tetraeder.
Pada hampir semua Pteridophyta, di sekeliling jaringan sporogen terdapat lapisan sel-sel yang mengandung banyak plasma, dan sel-sel tersebut berguna untuk memberi makanan kepada sel-sel sporogen. Sel-sel itu seringkali membentuk lebih dari satu lapisan dan dinamakan tapetum. Tapetum menumpahkan isi selnya ke dalam ruang jaringan sporogen atau dindingnya terlarut sehingga plasma melumuri sel – sel induk spora; plasma ini dinamakan periplasmodium. Inti periplasmodium dapat bertambah banyak dengan pembelahan amitosis. Periplasmodium masuk diantara spora – spora muda yang mulai membebaskan diri dari hubungannya sebagai tetrade, memberi makan kepada spora itu, dan ikut mengambil bagian pada pembentukan dinding spora sampai habis terpakai.
Spora yang muda pertama – tama mempunyai dinding tebal dan kuat yang disebut dengan eksosporium. Menempel di sebelah dalamnya terdapat suatu dinding tipis dari selulosa yang sering dinamakan endosporium. Seringkali pada endosporium itu oleh periplasmodium ditambahkan lapisan luar yang sering di sebut dengan perisporium, yang bermacam – macam
bentuknya. Dengan demikian spora itu mempunyai tiga lapisan dinding, yaitu berturut – turut
dari luar ke dalam perisporium, eksosporium dan endosporium. Spora hampir selalu tidak mengandung klorofil, tetapi seringkali berwarna agak pirang karena mengandung korotenoid.
Pada kebanyakan tumbuhan paku ( filicinae ), sporanya mempunyai sifat – sifat yang sama, dan setelah berkecambah akan menghasilkan suatu protalium yang mempunyai anteridium maupun arkegonium. Jenis – jenis paku yang menghasilkan spora yang berumah satu dan sama besar itu dinamakan paku homospor atau isospor. Pada golongan tumbuhan paku lainnya (selaginellales, Hydropteridales ) protaliumnya tidak sama besar dan berumah dua. Pemisahan jenis kelamin telah terjadi pada pembentukan spora, yang selain berbeda jenis kelaminnya pun berbeda ukurannya.
- Yang besar, mengandung banyak makanan cadangan dinamakan makrospora atau megaspora, dan terbentuk dalam makro atau megasporangium, dan pada waktu perkecambahan tumbuh menjadi protalium yang agak besar yang mempunyai arkegonium. Protalium ini dinamakan Makroprotalium atau protalium betina.
- Yang kecil dinamakan mikrospora dan dihasilkan dalam microsporangium. Mikrospora akan tumbuh menjadi mikroprotalium atau protalium jantan. Padanya terdapat anteridium Selain jenis – jenis paku homospor dan heterospor, ada pula jenis – jenis paku yang sporangiumnya menghasilkan spora yang sama besar, tetapi berbeda jenis kelaminnya. Tumbuhan paku dengan sifat demikian itu dianggap sebagai bentuk peralihan antara yang isospor dan yang heterospor.
Berdasarkan sifat sporanya, Pteridophyta dapat dibedakan dalam yang isospor, yang heterospor, dan yang berbentuk peralihan, akan tetapi pembagian ini tidak mencerminkan jauh dekatnya hubungan ke-kerabatan.
Dalam taksonomi, Pteridophyta termasuk juga yang telah punah, dibedakan dalam beberapa kelas yaitu:
1. Kelas : Psilophytinae (Paku Purba
2. Kelas : Lycopodiinae (Paku rambat atau paku kawat)
3. Kelas : Equisetinae (Paku ekor kuda)
4. Kelas : Filicinae (Paku sejati)

METODE PENULISAN KARYA ILMIAH

A. PENDAHULUAN
Karya ilmiah atau karya tulis ilmiah adalah hasil pemikiran dan / atau hasil peneli-tian yang ditulis berdasarkan metode ilmiah. Metode ilmiah dalam penulisan kar-ya ilmiah adalah metode penulisan yang di dalamnya tercakup butir-butir sebagai berikut.

1. Permasalahan
Masalah yang akan dicari pemecahannya diidentifikasi, dipilih, kemudian dirumus
kan, termasuk menentukan tujuan pemecahan permasalahan/tujuan penulisan. Ma-salah yang dipilih diberi judul yang mampu merefleksikan isi naskah.

2. Mengapa Kegiatan (Penulisan) Ilmiah Dilakukan
Butir ini memuat latar belakang teoritis dan historis, serta unsur justifikasi, bahwa permasalahan yang akan ditulis atau dicari pemecahannya memang dianggap pen-ting, menarik, dan perlu.

3. Metode Kerja
Metode kerja dimulai dengan mengumpulkan informasi dari bahan pustaka, mem-beri pengarahan melalui pernyataan hipotesis, dan mengumpulkan data primer / sekunder melalui eksperimen atau sumber lain.

4. Interpretasi Data
Informasi atau data yang dikumpulkan dianalisis, diinterpretasi, dan dievaluasi melalui pembahasan, dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan.
Tipe yang paling umum dari karya ilmiah adalah “laporan formal”; di sam-ping terdapat tipe lain seperti: textbook, handbook, dan manual. Laporan formal, laporan informasi teknik, atau laporan teknik—istilah-istilah tersebut sering digunakan secara bergantian—didefinisikan sebagai deskripsi suatu informasi / penge-tahuan yang berkaitan dengan sains, teknologi atau seni tertentu, yang diperoleh dari pengalaman, observasi, atau penelitian. Dalam laporan formal, penulis ditun-tut untuk mengadakan analisis, evaluasi, dan interpretasi terhadap informasi yang dikumpulkan, kemudian menarik kesimpulan.
Berdasarkan apa dan bagaimana mengomunikasikannya, laporan formal dapat dibedakan menjadi antara lain: artikel dalam jurnal atau majalah ilmiah, la-poran penelitian perpustakaan (library research / research paper), laporan studi ke-layakan (feasibility report), laporan riset empiris (empirical research report), dan laporan formal yang dipersyaratkan sebagai kelengkapan kebulatan studi dan / atau untuk memperoleh gelar kesarjanaan seperti: tugas akhir, skripsi, tesis, dan disertasi.

B. ELEMEN FORMAL KARYA ILMIAH

Elemen-elemen formal yang terdapat dalam karya ilmiah umumnya adalah sebagai berikut.
o Judul
o Baris Kepemilikan (By-line)
o Prakata atau Kata Pengantar
o Daftar Isi
o Daftar Tabel
o Daftar Ilustrasi
o Abstrak
o Pendahuluan
o Tinjauan Pustaka
o Material dan Metode
o Hasil dan Analisis Hasil
o Diskusi atau Pembahasan
o Konklusi dan Rekomendasi
o Dokumentasi (Bibliografi dan Referensi)
o Lampiran
Variasi mengenai elemen-elemen tertera di atas selalu ada, dan tidak mungkin dihindarkan, karena pedoman penulisan karya ilmiah memang bukan suatu harga mati. Akan tetapi perlu diperhatikan, hendaknya jangan sampai terjadi penyalah-gunaan terhadap adanya kelonggaran ini.
Kebanyakan artikel dalam jurnal ilmiah terbagi dalam enam bagian utana yaitu: (i) abstrak; (ii) pendahuluan; (iii) material dan metode; (iv) hasil dan pembahasan (v) kesimpulan; (vi) daftar pustaka.

1. Judul
Judul berfungsi memberikan informasi kepada pebaca mengenai isi naskah karya ilmiah. Oleh karena itu judul harus dapat emberikan penjelasan pada saat berdiri sendiri. Sebagai pernyataan isi naskah, judul juga dapat digunakan sebagai indeks dalam publikasi ilmiah. Judul yang baik mudah diringkas menjadi judul yang pen-dek sebagai judul pelari (running head) yang biasa dugunakan untuk tujuan editorial dan pencetakan.
Judul konvensional biasnya lebih bersifat indikatif—menyatakan subjek—daripada informatif—menyatakan kesimpulan. Mencoba menyusun judul informatif merupakan uji efektif apakah penelitian yang dilaporkan telah mengarah kepada kesimpulan yang tepat. Judul informatif mungkin akhirnya direvisi menjadi judul indikatif, karena banyak jurnal yang tidak menggunakan judul informatif.
Beberapa kriteria berikut dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun judul :
• Judul harus menyatakan secara jelas isi naskah;
• Judul harus sama persis dengan topik utama karya ilmiah yang ditulis;
• Menggunakan kata-kata atau istilah Indonesia yang dikenal, dan mudah dipahami oleh pembaca;
• Judul hendaknya pendek atau ringkas, panjang judul maksimum 15 patah kata;
• Hindari penggunaan kata-kata seperti: tinjauan tentang . . . .; studi tentang ....; kajian tentang . . . .; dan yang sejenisnya. Kata-kata tersebut meskipun sifatnya umum, tetapi dianggap mubadzir dan hanya akan memperpanjang judul;
• Hindari penggunaan anak judul (subtitle);
• Hindari penggunaan kata kerja, karena judul bukan suatu kalimat atau head-line;
• Hindari penggunaan singkatan-singkatan yang tidak lazim;
• Hindari penggunaan angka atau simbol-simbol yang kopleks; judul secara teknis hendaknya informatif, tidak misterius;
• Judul dapat memuat nama ilmiah organisme yang belum dikenal secara luas.
Cara efektif untuk menyusun judul ialah memulai dengan kata-kata kunci (key word) yang menunjukkan aspek utama isi karya ilmiah, kemudian dirangkaikan dengan kata-kata lain yang tepat. Jika ditulis dalam teks, huruf pertama dari setiap kata ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata penghubung, kata depan, dan kata sandang.

2. Baris Kepemilikan (By-line)
Baris kepemilikan banyak digunakan dalam penulisan artikel untuk jurnal ilmiah, atau makalah untuk forum akademik. Baris kepemilikan terdiri dari dua bagian, yaitu nama (nama-nama) author dan afiliasi institusional.
Penulis (author) adalah seseorang yang membuat pertanggungjawaban secara intelektual mengenai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah lainnya dalam bentuk lsporan formal. Oleh karena itu yang dicantumkan sebagai author hanyalah nama orang yang benar-benar berpartisipasi secara material dalam perencanaan, pelaksanaan, analisis hasil, pembahasan, dan penulisan laporan. Author senior yang secara historis ditulis pada urutan pertama, hendaknya orang yang telah memberikan sumbangan paling besar dalam memecahkan masalah, bukan orang yang lebih banyak bekerja menulis naskah. Dalam karya ilmiah, sebutan jabatan akademik / fungsional atau gelar kesarjanaan biasanya tidak dicantumkan.
Banyak ilmuwan beranggapan, bahwa menyantumkan nama orang yang tidak benar-benar terlibat dalam penulisan karya ilmiah adalah tidak etis. Penyantuman nama atasan sebagai supervisor atau nama kepala lembaga tempat di mana penulis bekerja adalah tidak perlu.
Nama institusi atau departemen ditulis beserta alamat pos, termasuk kode posnya atau alamat e-mail. Jika author tidak lama tinggal pada institusi di mana penelitian dilakukan, hendaknya dicantumkan alamat terakhir, untuk keperluan korespondensi atau permohonan cetak ulang.

3. Prakata atau Kata Pengantar
Prakata atau kata pengantar memuat informasi mengenai hal-hal yang medahului pelaksanaan penulisan atau kegiatan ilmiah yang dilakukan, bukan informasi mengenai penulisan itu sendiri. Dapat juga berisi penjelasan penulis mengapa penulisan itu dilakukan, gagasan yang melatarbelakangi penulisan, dan harapan penulis mengenai manfaat atau kegunaan karya ilmiah yang ditulis.
Prakata atau kata pengantar biasanya juga memuat ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan mulai dari persiapan penulisan, sampai selesainya penulisan. Apabila diperlukan ucapan terima kasih, maka terima kasih hanya disampaikan kepada pihak-pihak yang benar-benar membantu secara intelektual, dan ditulis secara urut mulai dari yang paling besar bantuannya.
Dalam kata pengantar sebaiknya tidak dimasukkan kata-kata atau kalimat yang justru dapat menurunkan bobot isi tulisan, atau membuat pembaca menjadi ragu atau tidak yakin dengan isi naskah; misalnya dengan menyatakan: “penulis menyadari, atau penulis yakin bahwa dalam tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, atau banyak kesalahan”, atau kata-kata lain yang sejenis. Demikian juga, mengharap kritik dari pembaca sebaiknya tidak perlu, kecuali karya publikasi—yang bersifat komersial—yang setiap saat atau setiap penerbitan dapat di-revisi.
Pemakaian istilah prakata atau kata pengantar, sesungguhnya hanya me-nyangkut soal selera. Meskipun demikian, seara praktis terdapat perbedaan. Kalau prakata lazim ditulis oleh author karya ilmiah, maka kata pengantar selain ditulis oleh author, dapat juga ditulis oleh orang lain, misalnya atasan penulis atau spon sor.

4. Daftar Isi
Daftar isi adalah kerangka garis besar karya ilmiah beserta nomor halamannya. Materi yang dimasukkan ke dalam daftar isi adalah kepala (heading) yang tepat yang memperlihatkan seluruh isi tubuh karya ilmiah, dapat juga dilengkapi de-ngan kepala level ke-2, dan kepala level ke-3.
Halaman pada elemen pendahuluan (preliminary elemen) mulai dari halaman judul sampai daftar lampiran, diberi nomor dengan angka romawi kecil (i, ii, iii, iv, dan seterusnya). Halaman judul dan halaman persetujuan tidak dimasukkan ke dalam daftar isi; daftar isi dimulai dari kata pengantar.
Halaman elemen utama dan elemen akhir, dari pendahuluan sampai de-ngan lampiran diberi nomor dengan angka arab (arabic numeral).

5. Daftar Tabel
Jika di dalam karya ilmiah terdapat banyak tabel, maka setelah daftar isi, disediakan halaman khusus yang memuat judul tabel beserta nomor halamannya. Tetapi jika hanya terdapat satu atau dua tabel, maka daftar tabel tidak diperlukan.

6. Daftar Ilustrasi
Ilustrasi dalam karya ilmiah meliputi: foto; gambar / gambar garis; grafik; diagram—diagram lingkaran, diagram kotak, diagram alir, diagram batang, atau diagram balok—bagan; peta; dan denah.
Seperti halnya daftar tabel, jika hanya terdapat satu atau dua ilustrasi maka tidak diperlukan daftar ilustrasi. Daftar ilustrasi memuat nama ilustrasi beserta nomor halamannya. Mengenai berapa jumlah minimal tabel atau ilustrasi yang perlu dibuatkan daftar, bergantung pada pertimbangan atau “rasa” dari penulis.

7. Abstrak (Intisari)
Abstrak—abstrak informatif—bukan merupakan bagian integral suatu karya ilmiah, melainkan merupakan tambahan yang berisi ikhtisar informasi kunci yang terdapat di dalam naskah, yang dimaksudkan untuk menyampaikan isi karya ilmiah secara singkat.
Abstrak mengikhtisarkan argumen mayor dan memberikan data pokok serta kesimpulan yang oleh penulis (author) dianggap sangat diperlukan oleh pembaca. Abstrak informatif yang baik sukar ditulis; secara ekstrem, yang satu kekurangan informasi, yang lain terlalu rinci. Memilih materi untuk abstrak harus mengingat bahwa abstrak harus mampu berdiri sendiri. Pada kenyataannya bagi pembaca yang sibuk, abstrak dianggap sebagai pengganti seluruh isi naskah karya ilmiah. Oleh karena itu harus cukup mengandung informasi untuk memenuhi maksud tersebut.
Abstrak karya ilmiah hasil penelitian memuat iformasi singkat mengenai hal-hal berikut.
• Ikhtisar masalah utama;
• Tujuan kegiatan ilmiah (penelitian);
• Material—subjek, bahan, dan alat yang digunakan termasuk maksud penggunaannya—metode, teknik observasi dan interpretasi data, serta aplikasi baru dari teknik dan peralatan standar;
• Hasil, makna hasil—termasuk tingkat beda nyata statistik—dan kesimpulan.
Abstrak biasanya ditulis dengan cara yang berbeda dengan penulisan naskah, baik tipe huruf, dan / atau ukuran huruf yang digunakan, spasi, format, dan bahasa. Panjang abstrak antara 75 dan 250 kata.
Sementara, informasi yang terdapat di dalam abstrak karya ilmiah kajian pustaka, atau karya ilmiah yang berrsifat teoritis adalah sebagai berikut :
• Topik yang diliput;
• Tesis / sentral tesis;
• Sumber yang digunakan (observasi personal, bahan pustaka yang dipublikasi-kan, atau tinjauan hasil penelitian terdahulu);
• Kesimpulan.
Panjang abstrak karya ilmiah kajian pustaka, atau karya ilmiah yang bersifat teoritis antara 75 dan 100 kata. Perlu diingat bahwa abstrak adalah ringkas, akurat, mudah dipahami, dan informatif.

8. Pendahuluan
Pendahuluan (introduction) merupakan tempat yang sebaik-baiknya bagi penulis untuk membeberkan rencana keseluruhan karya ilmiahnya kepada pembaca. Melalui pendahuluan, pembaca dituntun secara perlahan-lahan tetapi tepat ke arah pemikiran yang logis, mengenai penulisan karya ilmiah yang dilakukan oleh penulis.
Pendahuluan memuat informasi-informasi sebagai berikut.

a. Identifikasi Subjek
Subjek / topik yang menjadi kajian utama hendaknya dinyatakan dengan menarik dan jelas serta selekas mungkin di dalam pendahuluan, diutamakan pada kalimat pertama.

b. Latar Belakang Teoritis dan Historis
Dalam kaitannya dengan teori, bagian ini menjelaskan pokok permasalahan secara teoritis, asal mulanya, mengikhtisarkan argumen yang relevan dengan data, dan menunjukkan bagaimana hubungan antara rancangan percobaan dan hipotesis terhadap pokok permasalahan yang akan dicari pemecahannya. Di samping itu dapat juga menjelaskan bagaimana hubungan rasional dan logika antara permasalahan dan maksud kegiatan ilmiah yang dilakukan, bagaimana implikasi teoritis kegiatan ilmiah yang dilakukan, dan bagaimana hubungannya dengan hasil penelitian terdahulu. Jika mungkin dengan sitasi pustaka yang tepat, pendek, dan ringkas, serta benar-benar relevan dengan tujuan penulisan karya ilmiah. Tunjukkan kontinuitas logis antara kegiatan ilmiah terdahulu dengan sekarang.
Latar belakang teoritis dan historis (theoretical and historical background) secara keseluruhan memberikan gambaran situasi yang mendorong penulis untuk melakukan kegiatan penulisan / penelitian.

c. Pernyataan Hipotesis
Bagi karya ilmiah hasil penelitian, hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris; atau jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.
Hipotesis memberikan alasan pemikiran perlunya dilakukan kegiatan ilmiah / penelitian.

d. Ruang Lingkup
Ruang lingkup memberi batasan permasalahan yang akan dicari pemecahannya, kedalaman studi, luasnya perlakuan, dan faktor-faktor yang harus dimasukkan, atau ditinggalkan. Pembatasan masalah biasanya dinyatakan dengan rumusan permasalahan, yang didefinisikan sebagai kalimat tanya yang menghubungkan dua variabel. Oleh karena itu, rumusan permasalahan hendaknya ditulis dalam bentuk kalimat tanya atau pertanyaan; padat dan jelas. Rumusan permasalahan harus dapat memberikan petunjuk tentang mungkinnya mengum-pulkan data atau informasi untuk menjawab pertanyaan tersebut secara empiris.
Ada juga yang berpendapat, bahwa rumusan permasalahan tidak harus ditulis dalam bentuk kalimat pertanyaan (interogatif), tetapi dapat juga ditulis da-am bentuk kalimat pernyataan (deklaratif). Hanya saja, jika rumusan permasalahan ditulis dalam bentuk pertanyaan, akan lebih mudah pemecahannya, sebab jawaban pertanyaan itulah pemecahannya.

e. Tujuan yang Akan Dicapai
Tujuan penulisan menerangkan secara singkat dan spesifik mengenai tujuan yang akan dicapai oleh penulis / peneliti melalui kegiatan yang dilakukan. Tujuan hendaknya realistis dan mudah dicapai. Tujuan disesuaikan dengan perumusan permasalahan.

f. Metode yang Digunakan
Bagian ini memberikan penjelasan singkat mengenai metode yang digunakan, dan jika dianggap perlu hendaknya dikemukakan alasan pemilihan metode tersebut. Perlu diingat bahwa pendahuluan tidak dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca tentang pentingnya kegiatan ilmiah / penelitian yang dilakukan oleh penulis / peneliti. Jika pembaca mengetahui bidang yang bersangkutan, pentingnya kegiatan ilmiah / penelitian tersebut akan mudah dimengerti.

9. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka atau telaah pustaka bertujuan untuk memperoleh informasi mutakhir mengenai subjek yang dipilih, atau untuk mengetahui apakah permasalahan yang akan dikaji pernah diteliti / dikaji sebelumnya, untuk mencari data hasil penelitian terdahulu yang relevan, mencari teori-teori, konsep-konsep, dan metode mutakhir. Oleh karena itu, pustaka-pustaka yang akan ditelaah hendaknya pustaka-pustaka yang memuat hasil pemikiran dan / atau penelitian mutakhir--sepuluh tahun terakhir--yang sesuai dengan subjek yang akan dikaji, yang berupa: jurnal atau majalah ilmiah, laporan penelitian, makalah untuk forum akademik, dan yang sejenis, serta sumber lain dari media elektronika seperti internet dan sebagainya, yang dapat dijadikan dasar pembahasan, dan mendukung pendapat penulis.
Dalam mengutip informasi atau hasil penelitian terdahulu, jangan membuat review lengkap, tetapi kutip saja bagian yang dikaji secara tepat, hindari penyimpangan dari yang diacu, dan sebutkan sumbernya. Pustaka yang tepat harus menuntun secara langsung ke masalah yang dikaji, dan oleh karenanya menunjukkan kontinuitas antara subjek yang dikaji / diteliti dengan hasil penelitian terda-hulu.
Ada dua macam kutipan, yaitu: kutipan langsung, dan kutipan tidak langsung.

a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung adalah kutipan yang sama persis dengan aslinya, baik mengenai susunan kata-katanya, ejaan, kapitalisasi, maupun mengenai penggunaan tanda bacanya.
Kutipan pendek kurang dari lima baris, dimasukkan ke dalam teks, dengan memberi tanda petik ganda pada awal dan akhir kutipan (“…”), dan menyebutkan sumbernya.
Kutipan yang terdiri atas lima baris atau lebih, ditulis dengan jarak 1 spasi vertikal, menjorok ke dalam (indentasi) dengan jarak satu default tab stop (1,27 cm) dari batas kiri. Pada awal dan akhir kutipan diberi tanda petik ganda, dan menyebutkan sumbernya.
Apabila ada bagian kalimat yang dihilangkan, maka bagian tersebut digan-ti dengan tanda elipsis (…). Jika yang dihilangkan adalah bagian akhir dari kutip-an, maka selain diganti dengan tanda elipsis, juga ditambah tanda titik, sebagai tanda mengakhiri kalimat / kutipan. Dengan demikian terdapat empat tanda titik (….). Pada awal dan akhir kutipan juga diberi tanda petik ganda.

b. Kutipan Tidak Langsung (Paraphrase)
Kutipan tidak langsung tidak terikat oleh susunan kata-kata, ejaan, kapitalisasi, maupun penggunaan tanda baca dari bahan yang dikutip. Pengutip diperbolehkan mengutip isi bahan yang dikutip, kemudian menulis kembali dengan bahasanya sendiri, dengan ketentuan, sedikit pun tidak boleh merubah makna dari bahan yang dikutip. Kutipan tidak langsung tidak diberi tanda petik ganda.

c. Cara Penyebutan Sumber
Ada beberapa cara penyebutan sumber, yaitu sistem nomor, catatan kaki, dan sistem nama-dan-tahun (name-and-year system). Dari ketiga sistem tersebut yang paling lazim adalah sistem nama-dan-tahun. Kelebihan sistem ini, kecuali dapat secara langsung menginformasikan mengenai pustaka yang diacu, yaitu nama author dan tahun penerbitannya, juga menunjukkan apakah penulis “keep up” terhadap puataka yang diacu.

Contoh:
Pustaka dengan satu author:
Purnomo (2000) …. atau … (Purnomo 2000).
Pustaka dengan dua author:
Krisnamurthi dan Fausia (2005) …. atau
… (Krisnamurthi dan Fausia 2005).
Pustaka dengan tiga author atau lebih:
Pustaka dengan tiga author atau lebih, pada daftar pustaka atau referensi semua nama ditulis. Tetapi, dalam sitasi hanya nama pertama yang ditulis dengan menambahkan et al. (huruf romawi, bukan italik). Kata et al. berasal dari kata et alii yang berarti “dan yang lain” (and other), digunakan untuk menggantikan nama author kedua dan seterusnya.

Purnomo et al. (1998) …. atau … (Purnomo et al. 1998).
Mengutip dari kutipan:
Menurut Koller (1972, dalam Aldrich, 1984) …. atau
Menurut Koller (1972, dikutip oleh Aldrich, 1984) ….

Ada banyak jurnal yang membubuhkan tanda koma (,) di antara nama author dan tahun penerbitan—(Bellrose, 1990); (Bellrose and Lowe, 1995). Di samping itu ada juga yang memasukkan nomor halaman dari teks yang dikutip—(Benson 2000, p. 16—25); (Wilson et al. 2000, p. 119); (Purnomo 2005: 20—25).

10. Material dan Metode
Dalam eksperimen, material dan metode, termasuk rancangan eksperimennya hendaknya diuraikan secara rinci. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada ilmuwan lain mengadakan evaluasi atau duplikasi.

a. Material.
Material meliputi: subjek—tumbuhan, hewan, atau manusia—bahan, dan alat.

1). Subjek
Subjek dapat berupa tumbuhan, hewan, dan manusia. Jika digunakan tumbuhan , sebutkan nama ilmiahnya, jumlah, karakteristiknya, dan bagaimana cara memperoleh atau seleksinya. Jika digunakan hewan, genus, spesies, jumlah strain, asal, dan ciri karakteristiknya—jenis kelamin, umur, berat badan, dan kondisi fisiol-gisnya—harus dirinci. Hindari detail yang tidak penting.

2). Bahan
Bahan dapat berupa obat-obatan, bahan kimia, ekstrak jaringan, enzim, hormon, dan sebagainya. Jika digunakan bahan yang sangat spesifik, uraikan dengan jelas merk dagangnya, pabrik pembuatnya, cara penggunaannya, penyalurannya, dan jalur administrasinya.

3). Alat yang Digunakan
Peralatan yang digunakan juga harus dideskripsikan secara rinci mengenai nama, tingkat ketelitian, jika perlu merk dagang, pabrik pembuatnya, dan spesifikasinya. Bagi alat-alat yang kompleks, apabila memungkinkan dapat disertakan gambar, diagram, atau fotonya.

b. Metode
Untuk memudahkan deskripsi, metode dapat dibagi menjadi subseksi: rancangan percobaan (experimental design), prosedur, metode observasi, dan interpretasi data.

1). Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan atau desain eksperimental adalah semua proses yang diperlukan dalam merencanakan dan melaksanakan percobaan. Rancangan percobaan meliputi: desain yang digunakan, ciri-ciri yang akan dianalisis, faktor-faktor yang mempengaruhi, variabel yang akan diukur, bagaimana perlakuannya, berapa kali replikasinya, bagaimana denah atau lay-out percobaannya, analisis dan model sta-tistik yang digunakan.

2). Prosedur
Prosedur menjelaskan kepada pembaca tahap demi tahap jalannya penelitian dari awal sampai akhir. Penjelasan harus lengkap; tetapi perlu diingat bahwa laporan ditujukan kepada pembaca yang ekspert. Jika prosedur dan peralatan yang digunakan sesuai dengan ketentuan, tidak diperlukan deskripsi secara rinci.

3). Observasi dan Interpretasi Data
Bagian ini menerangkan bagaimana mengobservasi material selama penelitian, dan bagaimana menginterpretasi hasilnya. Jika menggunakan metode yang sudah banyak dikenal tanpa modifikasi, sebutkan nama metodenya saja, dan kutip pustaka yang memuatnya. Tetapi, jika dilakukan modifikasi dari metode yang terdahulu, harus dijelaskan bagaimana modifikasinya. Demikia juga harus dijelaskan jika menggunakan metode statistik yang tidak lazim.

11. Hasil dan Analisis Hasil
Karena hasil penelitian akan menjawab pertanyaan peneliti, maka hasil menjadi bagian penting dari laporan ilmiah. Hasil dimulai dengan pandangan umum mengenai apa yang dikaji. Kalimat pertama atau kedua dari deskripsi hasil hendaknya seperti teras berita (lead) pada surat kabar—ringkas, jelas hanya berisi pokok peristiwa, fakta paling penting, paling menarik—di mana titik utama hasil cepat dikemukakan. Kemudian diikuti paragraf berikutnya secara rinci, dalam rangkaian yang secara logis mendukung (atau data yang menentang) hipotesis, atau menjawab pertanyaan yang dinyatakan dalam pendahuluan.
Jika memungkinkan dapat ditampilkan tabel, grafik, gambar, dan foto. Data dan ilustrasi yang dimasukkan harus tepat dengan subjek karya ilmiah / laporan penelitian. Data numerik yang disajikan dalam tabel tidak memerlukan penjelasan dalam teks, kecuali nilai rata-rata kelompok data mungkin perlu dinyatakan kembali dalam teks, untuk memberikan penekanan bukti di mana kesimpulan di dasarkan.
Penarikan kesimpulan dari data numerik hendaknya didukung dengan pernyataan singkat kriteria statistik yang digunakan untuk analisis dan evaluasi. Dalam menulis hasil tidak setiap hal harus dimasukkan, kecuali jika dalam kajian digunakan subjek tunggal.
Pada waktu menganalisis hasil, formula statistik tidak dimasukkan, kecuali jika uji statistik yang digunakan adalah model baru, unik, atau dalam beberapa hal tidak bersifat standar, dan tidak lazim digunakan.
Hasil yang diketahui cacat karena kesalahan, seringkali dibuang. Akan tetapi jika ada keraguan mengenai sumber kesalahan, hasil hendaknya tetap digunakan dengan menyebutkan—tanpa permintaan maaf—adanya kesalahan. Lagipula di sini detail harus adekuat, karena pembaca mengharap akan mempero-leh infor-masi teknis yang tepat.

12. Diskusi atau Pembahasan
Pembahasan adalah bagian karya ilmiah yang merupakan mata rantai yang menghubungkan data hasil penelitian sebagai fakta, dengan kesimpulan yang ditarik oleh penulis atau peneliti. Dalam pembahasan pembaca dituntun melalui suatu penalaran yang logis dan akseptabel untuk sampai kepada kesimpulan yang sehat.
Perlu diingat oleh penulis, jangan sampai dalam pembahasan ini penulis mengemukakan penalarannya dengan kata-kata yang bernada menyombongkan diri, atau dengan kata-kata yang oleh pembaca dapat dirasakan sebagai sesuatu yang memandang rendah kemampuan pembaca; misalnya uraian yang panjang lebar atau diulang-ulang mengenai hal yang sangat sederhana dan jelas mudah dipahami. Lagipula harus diingat, bahwa belum tentu pembaca sepaham dengan penulis, dan menerima semua konsepsi yang penulis ajukan. Oleh karena itu dalam menyajikan bagian ini perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya kritik, tentangan atau tantangan. Melalui argumentasi yang tidak diduga oleh penulis, mungkin dari data hasil penelitian itu dapat ditunjukkan dan dibuktikan hal-hal yang berlawanan dengan yang dibuktikan oleh penulis.
Komponen utama yang perlu dikemukakan dalam pembahasan antara lain sebagai berikut :
• Interpretasi—pendapat atau pandangan teoritis—dan evaluasi peneliti terhadap hasil penelitian;
• Penjelasan apakah hipotesis yang dikemukakan dalam pendahuluan telah da- pat dibuktikan;
• Penjelasan apakah berdasarkan hasil penelitian permasalahan telah terjawab atau telah dapat terpecahkan;
• Penjelasan apakah tujuan penelitian telah dapat dicapai;
• Apakah hasil penelitian telah menjawab pertanyaan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian;
• Penjelasan mengenai hubungan antara hasil penelitian atau penemuan peneliti dengan hasil penelitian terdahulu, termasuk pembahasan penemuan terdahulu oleh peneliti lain, apakah sesuai atau tidak sesuai;
• Alasan yang kuat apabila terdapat ketidaksesuaian atau perbedaan antara hasil penelitian atau penemuan peneliti, dengan hasil penelitian terdahulu.
Jika terdapat keraguan mengenai hasil, hasil yang cacat, hasil yang tidak mendukung hipotesis, harus dijelaskan mengapa, apa sebabnya; apakah metode penelitiannya yang cacat, apakah dapat diperbaiki, dan sebagainya, sehingga pembaca benar-benar memperoleh informasi yang lengkap, dan tepat atau akurat.

13. Konklusi dan Rekomendasi
Konklusi (kesimpulan) adalah pernyataan pendapat yang dibuat berdasarkan fakta hasil penelitian, dan / atau premisum melalui penarikan kesimpulan (inference).
Inference adalah cara menyatakan mengenai sesuatu yang belum diketahui, berdasarkan sesuatu yang diketahui; atau inference adalah proses berpikir yang bergerak dari observasi, melalui beberapa pengetahuan dan keyakinan sampai ke konklusi.

a. Penarikan Kesimpulan Berdasarkan Fakta
Ada beberapa tipe penarikan kesimpulan (inference) berdasarkan fakta yaitu: generalisasi (induksi), spesialisasi (deduksi), hubungan kausal-efek, dan generalisasi
Kausal-efek.
1) Generalisasi (Induksi)
Generalisasi (induksi) memiliki beberapa pengertian sebagai berikut: penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan-keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus; metode pemikiran di mana kesimpulan mengenai populasi didasarkan pada sampel; apa yang dianggap benar pada sampel akan dianggap benar pada populasi.
2) Spesialisasi (Deduksi)
Spesialisasi atau deduksi merupakan kebalikan dari generalisasi atau induksi. Deduksi dapat diartikan sebagai berikut: penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum; penentuan kaidah khusus berdasarkan kaidah umum.
3) Hubungan Kausal-Efek
Hubungan kausal-efek merupakan metode pemikiran atau penarikan kesimpulan dari sebab ke akibat, atau dari akibat ke sebab, atau pemikiran yang bertolak dari apa yang telah diketahui, menuju ke arah yang ingin diketahui. Kadang-kadang juga dari akibat ke arah sebab, dan kemudian ke arah sebab yang lain. Penarikan kesimpulan yang demikian disebut dari akibat ke akibat, dan hal ini sangat umum dalam penarikan kesimpulan melalui serangkaian sebab akibat yang panjang.
4) Generalisasi Kausal-Efek
Generalisasi kausal-efek merupakan kombinasi antara generalisasi dan hubungan kausal-efek. Pada dasarnya, penarikan kesimpulan dengan cara ini peneliti menyusun generalisasi / induksi dari sampel yang berbeda, kemudian menyusun atau membuat inference hubungan kausal dari generalisasi tersebut.

b. Penarikan Kesimpulan Berdasarkan Premisum
Penarikan kesimpulan yang didasarkan atas premisum juga ada beberapa tipe yaitu: argumen, silogisme, dan analogi. Premis atau premisum adalah: sesuatu yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan; kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan.

1) Argumen
Argumen adalah inference, di mana konklusi ditarik dari premisum. Bentuk argumen yang paling sederhana terdiri atas dua pernyataan. Pernyataan pertama disebut premisum, pernyataan kedua adalah kesimpulan dari pernyataan pertama. Pernyataan pertama adalah sesuatu yang membuat pernyataan kedua dapat dipercaya.

2) Silogisme
Silogisme atau syllogismus adalah bentuk argumen deduktif yang dapat disajikan sebagai penarikan kesimpulan dari premisum mayor, dan premisum minor. Silogisme juga diartikan sebagai bentuk hubungan antara propositio mayor, propositio minor, dan konklusi.
Dalam konklusi, premisum minor menjadi subjek, dan premisum mayor menjadi predikat.

3) Analogi
Analogi merupakan cara penarikan kesimpulan, di mana apabila terdapat dua premisum yang sangat berbeda dalam hal tertentu, tetapi memiliki banyak kesamaan dalam hal yang lain, maka kesimpulan yang ditarik dari salah satu premisum tersebut akan sama, atau dapat diterapkan pada premisum yang lain.
Apabila analogi merupakan satu-satunya cara untuk menarik kesimpulan, maka hendaknya diuji secara cermat; sebab dalam argumen, analogi dapat digunakan sepenuhnya, tetapi juga dapat menyesatkan.
Kesimpulan yang diperoleh dengan cara-cara tertera di atas, hendaknya dinyatakan secara jelas, agar tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda antara yang dimaksud oleh peneliti / penulis dan tafsiran pembaca. Jangan sampai perumusan kesimpulan menyebabkan inti yang ingin dikemukakan menjadi samar-samar karena tersembunyi di belakang kata-kata yang tidak tegas. Bagi pembaca, kesimpulan yang demikian akan menimbulkan kesan seakan-akan peneliti / penulis tidak berani bertanggungjawab sepenuhnya atas pernyataan yang terkandung di dalam kesimpulan tersebut.
Rekomendasi atau saran adalah advis penulis mengenai apa yang perlu atau harus dikerjakan, yang didasarkan pada data yang disajikan dalam laporan.
Konklusi dan rekomendasi mengungkap kemampuan berpikir penulis atau peneliti, tidak seperti halnya hasil penelitian yang lebih menggambarkan cara kerja peneliti.

14. Dokumentasi (Bibliografi dan Referensi)
Bibliografi dan referensi merupakan suatu dokumen dalam karya ilmiah. Ada penulis yang lebih suka menggunakan istilah bibliografi daripada referensi, atau sebaliknya. Namun, sebenarnya kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda.
Bibliografi adalah daftar alfabetis yang memuat pustaka-pustaka yang mengandung materi yang relevan dengan materi penelitian atau laporan yang sedang dikerjakan. Pustaka-pustaka yang terdapat di dalam bibliografi adalah pustaka yang dipelajari pada waktu merencanakan penelitian, dan interpretasi hasil penelitian. Pustaka yang terdapat di dalam bibliografi tidak seluruhnya dikutip dalam teks karya ilmiah atau laporan, tetapi dianggap berguna untuk menambah wawasan pembaca. Demikian juga tidak semua pustaka yang mengandung materi yang sesuai dengan materi karya ilmiah dimasukkan ke dalam bibliografi. Oleh karena itu harus diberi heading yang tepat, misalnya “Bibliografi”, “Sumber yang Digunakan”, dan “Bibliografi Pilihan”.
Referensi adalah daftar alfabetis yang memuat pustaka-pustaka yang mengandung materi yang relevan dengan materi karya ilmiah yang ditulis, dan benar-benar dikutip dalam teks. Heading yang digunakan adalah “Referensi”, “Daftar Acuan”, Daftar Pustaka”, atau “Kepustakaan”.
Ada banyak variasi dalam sistem penulisan daftar pustaka. Namun, di bidang akademik sesungguhnya hanya ada dua model dasar, yang pembagiannya didasarkan pada: humanities system, dan scientific system.
Humanities system digunakan dalam ilmu-ilmu humaniora—hukum, sejarah, bahasa dan sastra, kesenian, theologia, filologi, dan filosofi—sedangkan scientific system digunakan dalam bidang sains—ilmu pengetahuan alam, ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu terapan.
Pedoman cara penulisan daftar pustaka secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu: (i) pedoman umum; dan (ii) pedoman yang dikembangkan oleh or-ganisasi profesi akademik.
Pedoman penulisan dokumentasi (daftar pustaka) yang digunakan sebagai pedoman umum ialah The Chicago Manual of Style (CMS) edisi ke-13 yang dipublikasikan oleh University of Chicago Press tahun 1982—sekarang dikembangkan menjadi The Chicago Manual of Style The Essential Guide for Writers, Editors, and Publishers 15th edition, tahun 2007—yang kemudian dikenal dengan istilah ”gaya CMS atau chicago” atau ”model chicago”. Gaya CMS atau chicago disebut sebagai pedoman umum, karena dapat digunakan oleh humanities system, maupun scientific system.
Pedoman penulisan dokumentasi (daftar pustaka) yang dikembangkan dan / atau digunakan oleh organisasi profesi akademik dalam scientific system—yang cukup terkenal, berstandar internasional dan digunakan secara luas—antara lain adalah gaya CMS, gaya CBE, gaya CSE, dan gaya APA.
Sementara pedoman penulisan dokumentasi yang digunakan pada humanities system selain CMS, antara lain adalah pedoman yang dipublikasikan oleh Modern Language Association (MLA). Modern Language Association menrbitkan dua pedoman penulisan yaitu: The MLA Handbook for Writers of Research Papers, dan MLA Style Manual and Guide to Scholarly Publishing.
Pengetahuan penulisan dokumentasi (daftar pustaka) berstandar internasional menjadi penting, jika seseorang akan menulis untuk jurnal ber-ISSN, buku ber-ISBN, jurnal internasional, atau karya ilmiah Indonesia lainnya agar penulisannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pedoman penulisan daftar pustaka selengkapnya akan dipublikasikan tersendiri. Penulisan bibliografi pada tulisan naskah ini menggunakan gaya CMS.

15. Lampiran
Penggunaan informasi tambahan dalam bentuk lampiran dimaksudkan untuk menambah kejelasan tubuh karya ilmiah / laporan penelitian. Lampiran menyajikan informasi-informasi yang dianggap terlalu panjang / luas atau terlalu sulit jika dimasukkan ke dalam tubuh laporan. Dengan demikian, informasi-informasi yang penting dan relevan dengan bagian-bagian dalam laporan, tetapi tidak dapat dimasukkan ke dalam teks, dapat dimasukkan ke dalam lampiran.
Materi-materi yang lazim dimasukkan ke dalam lampiran antara lain sebagai berikut :
• Tabel yang memuat data terlalu panjang / luas dan memerlukan kolom yang banyak;
• Data mentah;
• Ilustrasi pendukung;
• Perhitungan statistik atau matematis;
• Transkripsi dialog;
• Perluasan analisis;
• Surat pemberitahuan, brosur-brosur atau leaflet;
• Dokumen resmi atau surat keterangan;
• Daftar bacaan yang sejenis yang dianjurkan;

BIBLIOGRAFI
American Psychological Association. 2001. Publication manual of the American Psychological Association. 5th ed. Washington,DC: Author. http://books.apa. org/books.cfm?id=4200061.

CBE Style Manual Committee. 1983. CBE style manual: a guide for authors, editors, and publishers in the biological sciences. 5th ed. rev. and expanded. Bethesda, MD: Council of Biology Editors, Inc.

Chicago Editorial Staff. 2007. The chicago manual of style The essensial guide for writers editors and publishers. 15th ed. Chicago: University of Chicago Press.http://www.chicagomanu- alofstyle.org/

Dewey, R. 2008. APA research style crib sheet. http://72.14.235.104/ search? q=ca che: YM_NmypN(NAJ:www.wooster.edu/psycholo...

Houp, K.W., and T.E. Pearsall. 1988. Reporting technical information. 6th ed. New York: Macmillan Publishing Company.

Hubbuch, S.M. 1985. Writing research papers across the curriculum. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Karl E. Mundt Library 2008. CSE citation style examples. http: //72.14.235.104/ search?q =cache:WqRI4n9K2KOJ:www.depsrtment.dsu.edu/libr…

Library.austincc.edu. 2009. CSE documentation (formly CBE). http://library.aus tincc.edu/help/CBE/CBE-ny.htm.

MCC Libraries. 2008. The council of biology editor (CBE) style of documentation in science and mathematics. http://72.14.235.104/search?q=cache:0tMkwDXpw5UJ:www.monroecc. edu/depts./libr…

Rivai, M.A. 1995. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Style Manual Committee Council of Science Editors. 2006. Scientific style and format The CSE manual for authors, editors, and publishers. 7th ed. Reston, VA: Council of Science Editors. http://www.councilscienceedi- tors.org.cfm.

The Chcago Manual of Style. 2009. Bibliografic format for reference based on the chicago manual of style.15th ed. 2003. http://209.85.175.104/search?q=ca che:qpNmMEDqhz4j:www. libs.uga.edu/ref/chicago

Warren, T.L. 1985. Technical writing: purpose, process, and form. California: Wad-sworth Publishing Company.

Ilmu Alamiah Dasar

Ilmu alamiah atau sering disebut ilmu pengetahuan alam (natural science)
merupakan pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta,
termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip. IAD hanya
mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja.
A. MANUSIA YANG BERSIFAT UNIK
Ciri-ciri manusia
a. Organ tubuhnya kompleks dan sangat khusus, terutama otaknya
b. Mengadakan metabolisme atau pertukaran zat, (ada yang masuk dan keluar)
c. Memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan luar
d. Memiliki potensi untuk berkembang biak
e. Tumbuh dan bergerak
f. Berinteraksi dengan lingkungannnya
g. Sampai pada saatnya mengalami kematiian
Manusia adalah makhluk yang lemah dibanding makhluk lain namun dengan
akal budinya dan kemauannya yang sangat kuat maka manusia dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi manusia dapat hidup dengan lebih baik lagi. Akal budinya dan kemauannya
yang sangat kuat itulah sifat unik dari manusia.
B. KURIOSITAS ATAU RASA INGIN TAHU DAN AKAL BUDI
Rasa ingin tahu makhluk lain lebih didasarkan oleh naluri (instinct) /idle
curiosity naluri ini didasarkan pada upaya mempertahankan kelestaraian hidup dan
sifatnya tetap sepanjang zaman. Manusia juga mempunyai naluri seperti tumbuhan
dan hewan tetapi ia mempunyai akal budi yang terus berkembang serta rasa ingin
tahu yang tidak terpuaskan.
Sesuatu masalah yang telah dapat dipecahkan maka akan timbul masalah lain yang
menunggu pemecahannya, manusia setelah tahu apanya maka ingin tahu bagimana
dan mengapa.
Contoh : tempat tinggal manusia purba sampai manusia modern, contoh lain seperti
penyakit setelah ditemukan obat suatu penyakit ada penyakit lain lagi yang dicoba
untuk dicari obatnya (HIV AIDS)
C. PERKEMBANGAN ALAM PIKIRAN MANUSIA
Manusia yang mempunyai rasa ingin tahu terhadap rahasia alam mencoba
menjawab dengan menggunakan pengamatan dan penggunaan pengalaman, tetapi
sering upaya itu tidak terjawab secara memuaskan. Pada manusia kuno untuk
memuaskan mereka menjawab sendiri. Misalnya kenapa ada pelangi mereka
membuat jawaban, pelangi adalah selendang bidadari atau kenapa gunung meletus
jawabannya karena yang berkuasa marah. Dari hal ini timbulnya pengetahuan tentang
bidadari dan sesuatu yang berkuasa. Pengetahuan baru itu muncul dari kombinasi
antara pengalaman dan kepercayaan yang disebut mitos. Cerita-cerita mitos disebut
legenda. Mitos dapat diterima karena keterbatasan penginderaan, penalaran, dan
hasrat ingin tahu yang harus dipenuhi. Sehubungan dengan dengan kemajuan zaman,
maka lahirlah ilmu pengetahuan dan metode ilmiah.
Puncak pemikiran mitos adalah pada zaman Babilonia yati kira-kira 700-600
SM. Orang Babilonia berpendapat bahwa alam semesta itu sebagai ruangan setengah
bola dengan bumi yang datar sebagai lantainya dan langit dan bintang-bintang
sebagai atapnya. Namun yang menakjubkan mereka telah mengenal bidang ekleptika
sebagai bidang edar matahari dan menetapkan perhitungan satu tahun yaitu satu kali
matahari beredar ketempat semula, yaitu 365,25 hari. Pengetahuan dan ajaran tentang
orang Babilonia setengahnya merupakan dugaan, imajinasi, kepercayaan atau mitos
pengetahuan semacam ini disebut Pseudo science (sains palsu)
Tokoh-tokoh Yunani dan lainnya yang memberikan sumbangan perubahan pemikiran
pada waktu itu adalah :
a. Anaximander, langit yang kita lihat adalah setengah saja, langit dan isinya
beredar mengelilingi bumi ia juga mengajarkan membuat jam dengan tongkat.
b. Anaximenes, (560-520) mengatakan unsur-unsur pembentukan semua benda
adalah air, seperti pendapat Thales. Air merupakan salah satu bentuk benda
bila merenggang menjadi api dan bila memadat menjadi tanah.
c. Herakleitos, (560-470) pengkoreksi pendapat Anaximenes, justru apilah yang
menyebabkan transmutasi, tanpa ada api benda-benda akan seperti apa
adanya.
d. Pythagoras (500 SM) mengatakan unsur semua benda adalah empat : yaitu
tanah, api, udara dan air. Ia juga mengungkapkan dalil Pythagoras C2 = A2 +
B2, sehubungan dengan alam semesta ia mengatakan bahwa bumi adalah bulat
dan seolah-olah benda lain mengitari bumi termasuk matahari.
e. Demokritos (460-370) bila benda dibagi terus, maka pada suatu saat akan
sampai pada bagian terkecil yang disebut Atomos atau atom, istilah atom
tetap dipakai sampai saat ini namun ada perubahan konsep.
f. Empedokles (480-430 SM) menyempurnakan pendapat Pythagoras, ia
memperkenalkan tentang tenaga penyekat atau daya tarik-menarik dan data
tolak-menolak. Kedua tenaga ini dapat mempersatukan atau memisahkan
unsur-unsur.
g. Plato (427-345) yang mempunyai pemikiran yang berbeda dengan orang
sebelumnya, ia mengatakan bahwa keanekaragaman yang tampak ini
sebenarnya hanya suatu duplikat saja dari semua yang kekal dan immatrial.
Seperti serangga yang beranekaragam itu merupakan duplikat yang tidak
sempurna, yang benar adalah idea serangga.
h. Aristoteles merupakan ahli pikir, ia membuat intisari dari ajaran orang
sebelumnya ia membuang ajaran yang tidak masuk akal dan memasukkan
pendapatnya sendiri. Ia mengajarkan unsur dasar alam yang disebut Hule. Zat
ini tergantung kondisi sehingga dapat berwujud tanah, air, udara atau api.
Terjadi transmutasi disebabkan oleh kondisi, dingin, lembah, panas dan
kering. Dalam kondisi lembab hule akan berwujud sebagai api, sedang dalam
kondisi kering ia berwujud tanah. Ia juga mengajarkan bahwa tidak ada ruang
yang hampa, jika ruang itu tidak terisi suatu benda maka ruang itu diisi oleh
ether. Aristoteles juga mengajarkan tentang klasifikasi hewan yang ada
dimuka bumi ini.
i. Ptolomeus (127-151) SM, mengatakan bahwa bumi adalah pusat tata surya
(geosentris), berbentuk bulat diam seimbang tanpa tiang penyangga.
j. Avicenna (ibn-Shina abad 11), merupakan ahli dibidang kedokteran, selain itu
ahli lain dari dunia Islam yaitu Al-Biruni seorang ahli ilmu pengetahuan asli
dan komtemporer. Pada abab 9-11 ilmu pengetahuan dan filasafat Yunani
banyak yang diterjemahkan dan dikembangkan dalam bahasa Arab.
Kebudayaan Arab berkembang menjadi kebudayaan Internasional.
D. LAHIRNYA ILMU ALAMIAH
Panca indera akan memberikan tanggapan terhadap semua rangsangan dimana
tanggapan itu menjadi suatu pengalaman. Pengalaman yang diperoleh
terakumulasi oleh karena adanya kuriositas manusia. Pengalaman merupakan
salah satu terbentuknya pengetahuan, yakni kumpulan fakta-fakta. Pengalaman
akan bertambah terus seiring berkembangnya manusia dan mewariskan kepada
generasi-generasi berikutnya. Pertambahan pengetahuan didorong oleh pertama
untuk memuaskan diri, yang bersifat non praktis atau teoritis guna memenuhi
kuriositas dan memahami hakekat alam dan isinya kedua, dorongan praktis yang
memanfaatkan pengetahuan itu untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi.
Dorongan pertama melahirkan Ilmu Pengetahuan Murni (Pure Science) sedang
dorongan kedua menuju Ilmu Pengetahuan Terapan (Aplied Science)
E. KRETERIA ILMIAH
Pengetahuan masuk kategori Ilmu Pengetahuan, bila kriteria berikut dipenuhi
yakni : teratur, sistemastis, berobyek, bermetoda dan berlaku secara universal.
Contoh: 1. logam yang dipanasi memuai, dimana saja tempatnya sama
2. Grafitasi Bumi.
F. METODE ILMIAH DAN IMPLEMENTASINYA
Segala kebenaran dalam ilmu Alamiah terletak pada metode ilmiah. Sebagai
langkah pemecahan atau prosedur ilmiah dapat sebagai berikut :
1. Penginderaan, merupakan suatu aktivitas melihat, mendengar, merasakan,
mengecap terhadap suatu objek tertentu.
2. Masalah dan problema, menemukan masalah dengan kata lain adalah
dengan mengemukakan pertanyaan apa dan bagaimana.
3. Hipotesis, jawaban sementara terhadap pertanyaan yang kita ajukan.
4. Eksperimen, dari sini ilmu alamiah dan non ilmu alamiah dapat dipisahkan.
Contoh dalam gejala alam tentang serangga dengan lampu (sinar biru)
5. Teori, bukti eksperimen merupakan langkah ilmiah berikutnya yaitu teori.
Dengan hasil eksperimen dari beberapa peneliti dan bukti-bukti yang
menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan valid walaupun dengan
keterbatasan tertentu. Maka disusun teori. Dengan teori-teori yang
dikemukakan maka dapat diaplikasikan terhadap kebutuhan manusia seperti
pengusiran serangga atau perangkap nyamuk (terkait dengan teori
pencahayaan.

G. KETERBATASAN ILMU ALAMIAH
Untuk itu perlu dilakukan pengujian sampai dimana berlakunya metode ilmiah
dan dimana metode ilmiah tidak berlaku. Untuk itu kita perlu memperhatikan :
Pertama, Bidang ilmu Alamiah, yang menentukan bidang ilmu alamiah adalah
metode ilmiah, karena bidang ilmu alamiah adalah wahana di mana metode
ilmiah dapat diterapkan, sebaliknya bidang non ilmiah adalah wahana dimana
metode ilmiah tidak dapat terapkan. Contoh hipotesa tentang keberadaan tuhan
merupakan konsep yang tidak bisa menggunakan metode ilmiah dan apabila
menggunakan konsep ini bisa menyebabkan orang Atheis.
Kedua, tujuan ilmu Alamiah, membentuk dan menggunakan teori. Ilmu alamiah
hanya dapat mengemukakan bukti kebenaran sementara dengan kata lain untuk
kebenaran sementara adalah "Teori". Karena tidak ada sesuatu yang mutlak tetapi
terus mengalami perubahan (contoh teori tentang bumi ini bulat)
Ketiga. Ilmu alamiah dan nilai, ilmu alamiah tidak menentukan moral atau nilai
suatu keputusan . Manusia pemakain ilmu alamiahlah yang menilai apakah hasil
Ilmu Alamiah baik atau sebaliknya. Contoh penemuan mesiu atau bom atom.

H. FILSAFAT ILMU ALAMIAH
Yang menjadi objek I. A adalah semua materi dalam alam semesta ini. I.A.
meneliti sumber alam yang mengaturnya. Pertanyaan tentang siapa yang
mengatur alam ini merupakan pertanyaan filsafat. Untuk itu ada 3 pandangan
tentang filsafat ilmu alamiah.
Vitalisme, merupakan suatu doktrin yang menyatakan adanya kekuatan diluar
alam. Kekuatan itu melikiki peranan yang esensial mengatur segala sesuatu yang
terjadi di Alam semesta ini. (misalnya Tuhan). pendapat ini ditantang oleh
beberapa orang lain karena dalam ilmu alamiah dikatakan bahwa segala
sesuatunya harus dapat dianalisis secaras eksperimen. Atau harus cocok dengan
metode ilmiah.
Mekanisme, penyebab segala gerakan di alam semesta ini dikarenakan hukum
alam (misalnya fisika atau kimia). Faham ini menganggap bahwa gejala pada
mahluk hidup secara otomatis terjadi hanya berdasar peristiwa fisika –kimia
belaka. Pandangan ini menyamakan gejala pada mahluk hidup dengan gejala
benda tidak hidup sehingga perbedaan hikiki tidak ada. Dengan begitu dapat
menghayutkan manusia ke pandangan materialisme yang selanjutnya kepada
Atheisme.
Agnotisme, untuk menghindari pertentangan vitalisme dan mekanisme maka
aliran ini timbul, dimana aliran ini melepaskan atau tidak memperhatikan sisi dari
sang pencipta. Mereka yang mengkuti aliran ini, hanya mempelajari gejala-gejala
alam saja, aliran ini banyak dianut oleh ilmuwan Barat.
Filsafat Pancasila, paham yang menjembatani dari 2 aliran yang menyatakan
bahwa alam dan hukumnya terjadi karena ciptaan tuhan dan proses selanjutnya
menurut filsafat mekanisme (hukum alam). Hukum alam adalah itu adalah sama
dengan hukum Tuhan.Dapat dilihat dari kehidupan makhluk hidup dari awal
sampai akhir.

I. BAHASA ILMU ALAMIAH
Adalah bahasa kesatuan yang utuh sebagai bentuk bahasa ilmu alamiah
merupakan bahasa universal. Contoh : Air (Indonesia), Water(Inggris) bahasa
ilmiahnya H2O

J. KETERBATASAN INDERA MANUSIA
Berdasarkan penelitian terhadap indera, manusia mempunyai kisaran (range)
batas yang sangat terbatas
Penglihatan, terutama terhadap cepat atau lambatnya benda bergerak (riak air
atau kecepatan cahaya, atau penglihatan kita sewaktu naik kereta api yang
disampingnya terdapat pohon.
Pendengaran, manusia mempunyai kemampuan pendengaran dengan kisaran
frekuensinya range 30 - 30.000 Hertz
Pengecapan dan pembauan, manusia selain mempunyai kemampuan tersebut
juga mempunyai keterbatasan pembauan dan pengecapan terhadap benda yang
ada dialam.
Indra kulit, manusia mampu membedakan antara panas dan dingin secara kasar,
namun manusia mempunyai keterbatasan sehingga penginderaan sering
menimbulkan salah kesan dan informasi, seperti perpindahan seseorang dari
ruang panas ke dingin dibanding dengan orang yang berada diruangan yang tidak
begitu panas.

K. PENINGKATAN DAYA PENGINDERAAN
Peningkatan daya indra dapat dilakukan sehingga diperoleh hasil yang tepat dapat
dilakukan dengan :
1. Latihan, contoh pengindraan tentang bau dan bunyi (kualitas minuman
anggur, teh, alat musik)
2. Peningkatan Kewaspadaan, tingkat kewaspadaan sangat dipengaruhi oleh
minat yang menyebabkan kesimpulan berbeda, dapat dilihat pendapat
beberapa orang tentang satu etalase atau laporan dari kecelakaan dari
beberapa orang.
3. Kalibrasi Instrumen (peneraan adalah membandingkan instrumen dengan
standar yang ada.
4. Pengecekan, merupakan hal yang baik untuk menghindari kekeliruan.
5. Eksperimen, penginderaan dalam kondisi yang dikontrol dengan eksperimen
kita mengetahui faktor-faktor apa saja yang sangat mempengaruhi terhadap
suatu perubahan.
6. Penginderaan yang meliputi analisis dan sentesis, pengamatan terhadap
bagian-bagian atau pengamatan secara keseluruhan.
7. Instrumen baru, bisa melakukan pengindraan baru. Seperti lie detector,
Teleskop, satelit dll.
8. Pengukuran, merupakan ketrampilan tersendiri contoh dalam pembuatan
mesin atau arsitektur.

L. PEMBAGIAN ILMU PENGETAHUAN
Berdasarkan beberapa argumentasi ilmu pengetahuan dibedakan atas :
a. Ilmu Pengetahuan Sosial, yakni membahas hubungan antar manusia sebagai
makhluk sosial, yang selanjutnya dibagi atas :
1. Psikologi, yang mepelajari proses mental dan tingkah laku
2. Pendidikan, proses latihan yang terarah dan sistematis menuju ke suatu
tujuan
3. Antropologi, mempelajari asal usul dan perkembangan jasmani, sosial,
kebudayaan dan tingkah laku sosial
4. Etnologi, cabang dari studi antropologi yang dilihat dari aspek sistem
sosio-ekonomi dan pewarisan kebudayaan terutama keaslian budaya
5. Sejarah, pencatatan peristiwa-persitiwa yang telah terjadi pada suatu
bangsa. Negara atau individu
6. Ekonomi, yang berhubungan dengan produksi, tukar menukar barang
produksi, pengolahan dalam lingkup rumah tangga, negara atau
perusahaan.
7. Sosiologi, studi tentang tingkah laku sosial, terutama tentang asal usul
organisasi, institusi, perkembangan masyarakat.
b. Ilmu Pengetahuan Alam , yang membahas tentang alam semesta dengan
semua isinya dan selanjutnya terbagi atas:
1. Fisika, mempelajari benda tak hidup dari aspek wujud dengan perubahan
yang bersifat sementara. Seperti : bunyi cahaya, gelombang magnet,
teknik kelistrikan, teknik nuklir
2. Kimia, mempelajari benda hidup dan tak hidup dari aspek sususan materi
dan perubahan yang bersifat tetap. Kimia secara garis besar dibagi kimia
organik (protein, lemak) dan kimia anorganik (NaCl), hasil dari ilmu ini
dapat diciptakan seperti plastik, bahan peledak
3. Biologi, yang mempelajari makhluk hidup dan gejala-gejalanya.
􀂾 Botani, ilmu yang mempelajari tentang tumbuh-tumbuhan
􀂾 Zoologi ilmu yang mempelajrai tentang hewan
􀂾 Morfologi ilmu yang mempelajari tentang struktur luar makhluk hidup
􀂾 Anatomi suatu studi tentang struktur dalam atau bentuk dalam
mahkhluk hidup
􀂾 Fisiologi studi tentang fungsi atau faal/organ bagian tubuh makhluk
hidup
􀂾 Sitologi ilmu yang mempelajari tentang sel secara mendalam
􀂾 Histologi studi tentang jaringan tubuh atau organ makhluk hidup yang
merupakan serentetan sel sejenis
􀂾 Palaentologi studi tentang makhluk hidup masa lalu
c. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa
Studi tentang bumi sebagai salah satu anggota tatasurya, dan ruang angkasa
dengan benda angkasa lainnya.
1. Geologi, yang membahas tentang struktur bumi. (yang bahasannya
meliputi dari ilmu kimia dan fisika) contoh dari ilmu ini petrologi (batubatuan),
vukanologi (gempa bumi), mineralogi (bahan-bahan mineral)
2. Astronomi, membahas benda-benda ruang angkasa dalam alam semesta
yang meliputi bintang, planet, satelit da lain-lainnya. Manfaatnya dapat
digunakan dalam navigasi, kalendar dan waktu.

KINGDOM PLANTAE (DUNIA TUMBUHAN)

1.      Peta  Konsep Dunia Tumbuhan
Dunia Tumbuhan (Plantae)
Tumbuhan Berpembuluh
Tumbuhan Tidak Berpembuluh
1.       Graminae              4. Zingiberaceae
2.       Musaceae             5. Orchidaceae
3.       Palmae
Gymnospermae

Angiospermae

1.       Psilophytinae
2.       Lycopodinae
3.       Equisetinae
4.       Filicinae
5.       Hydropteridales
Tumbuhan Biji
(Spermatophyta)
Tumbuhan Paku
(Pteridophyta)
1.       Hepaticopsida
2.       Anthoceropsida
3.       Bryopsida

Lumut (Bryophyta)
1.       Papilonaceae        4. Myteceae
2.       Solanaceae           5. Roseae
3.       Euphorbiaceae
Monokotil
Dikotil
1.       Cycadinae
2.       Gnetinae
3.       Coniferae